Penyakit Udang Vannamei


Bagi para petambak penyakit udang vannamei selalu jadi momok yang meresahkan, karena menyebabkan penurunan produksi yang membuat kerugian menjadi besar. Bahkan sering tingkat kematiannya hingga 100% pada udang vannamei di dalam tambak. Berikut ini macam -macam penyakit udang vannamei yang harus anda kenali :


1. Early Mortality Syndrome (EMS)


Fenomena EMS disebut bila terjadi kematian udang dalam jumlah yang besar pada umur-umur awal budidaya, biasanya antara umur 20-30 hari. Dilaporkan bahwa EMS telah Outbreak di Vietnam dan menjadi Endemi di China dan Malaysia sepanjang tahun 2011 dan di prediksi akan menginfeksi di Indonesia, jadi bila di tambak terjadi kematian di umur-umur awal budidaya (20-30%) hari berhati-hatilah mungkin EMS sedang “bergerilya” di tambak.

Ciri-ciri klinis yang mudah dikenali adalah dengan hepatopancreas udang akan berwarna hitam, kadang merah dan umumnya kuning dan mengecil. Kematian di dasar terjadi meskipun performa pakan normal, tidak ditemukan patogen pada udang yang mati. Vibrio ditemukan di hepatopancreas yang telah rusak.

Kejadian ini lebih banyak dipacu karena pengelolaan tambak yang kita lakukan tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung yang ada, densitas tebar yang terlalu tinggi diatas 120 pl/m2, adanya over feeding pakan untuk mengejar ABW, Oksigen terlarut kurang maupun jumlah plankton yang tidak terkendali.

Pada beberapa kasus mengurangi jumlah pakan dapat mengurangi mortalitas, bila terlambat penangananya Survival Rate (SR) bisa di bawah 30%.

Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Menyesuaikan jumlah tebar berdasarkan daya dukung tambak dan fasilitas yang ada, misalnya konstruksi tambak, sumber air, ketersediaan kincir dan listrik, obat-obatan dan factor lain yang mempengaruhi.
  • Menjaga agar transparansi air tidak terlalu pekat.
  • Pemakaian pakan yang terkontrol sehingga tidak over feeding.
  • Mempertahankan DO air pada kisaran 4 ppm.
  • Menjaga jumlah Vibrio di tambak pada kisaran aman.
  • Pengecekan parameter air secara rutin untuk mencegah naiknya kimia berbahaya di tambak seperti H2S, NH3, NO2 dll.


2. IHHNV


Penyakit udang tersebut dan beberapa penyakit yang disebut selanjutnya dapat menyebabkan petambak udang “gigit jari” alias rugi besar. Banyak kejadian “luput” dari perhatian karena kurangnya pengetahuan mengenai jenis penyakit ini sehingga antisipasi masalah menjadi terlambat.
Berikut  adalah ciri-ciri dari IHHNV.

Penyebabnya adalah virus “Parvo-like” yang berdiameter 22 mm, penularannya pada udang vannamei adalah lewat pencernaan jaringan yang terinfeksi virus, dan mungkin lewat air yang terkontaminasi IHHNV. Bagaimanapun juga hanya penularan secara vertical dan infeksi selama perkembangan embrio atau stadia awal larva yang menyebabkan beberapa udang mengidap RDS atau sindrom kerdil dan kelainan bentuk.

Tidak ada perlakuan khusus untuk mengobati RDS, tetapi dengan tindakan preventif. Penanganan RDS adalah dengan menggunakan Post Larva yang bebas IHHNV . Induk udang vannamei yang telah terinfeksi IHHNV seharusnya tidak digunakan produksi naupli. Di daerah dimana didapat induk alam yang dijadikan sumber induk akan digunakan sebagai pemijah-pemijah alami untuk produksi naupli di hatchery atau langsung menggunakan post larva alam ini untuk ditebar di tambak pembesaran, yang terbukti efektif mengurangi gejala RDS. Jika RDS masih muncul di dalam tambak, ganti air dini dan tebar ulang benur yang bebas IHHNV, mungkin lebih baik dibandingkan dengan membesarkan udang yang telah terinfeksi IHHNV sejak tebar. Juvenil yang telah dibesarkan di Nursery, bila terinfeksi IHHNV, seharusnya juga tidak ditebar di tambak pembesaran, karena akan menurunkan kualitas udang yang besar.


3. Taura : Taura Syndrom Virus (TSV)


Taura Syndrom pada umumnya menyerang juvenile udang vannamei 0.1 – 5 gram pada saat 2 – 4 minggu setelah tebar pada tambak atau bak kultur. TSV adalah penyakit yang menyerang pada kutikle epidermis kulit luar (outer exoskeleton) pada udang. Udang pada fase kronik TSV, mempunyai pola titik hitam sepanjang kulit luar. Pada saat TSV merebak, udang yang mati dan sedang sekarat akan sering terlihat di jaring atau jala yang digunakan pada sampling populasi rutin atau ditemukan terletak di dasar pada pembesaran di tank atau raceway.

Udang yang terinfeksi TSV acute terlihat lemah dan tersingkir, soft shell dan titik pigmen kromatophore yang meluas dan warnanya terlihat lebih terang. Demikian pula dengan usus udang ini terlihat kosong.

Percobaan untuk membunuh IHHNV maupun TSV dengan desinfeksi tambak menggunakan kapur memberikan hasil yang bervariasi. Penelitian terbaru yang meneliti penggunaan temperatur tinggi (seperti misalnya radiasi matahari) lebih baik daripada pH tinggi untuk membunuh virus udang ini.


4.Myo


IMN (Infectious Myonecrosis) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit Myo muncul dengan tanda-tanda mencolok serangan yang akut dan tingkat kematian yang tinggi, kemudian berkembang menjadi serangan yang kronik diiringi kematian yang rendah tetapi terjadi secara terus menerus. Penyakit ini pertama diketahui oleh petambak pada September 2002 sebagai fenomena khusus pada pertambakan di Pernambuco Negara Bagian Piaul. Penularan IMN secara alami telah dipertunjukkan dalam suatu percobaan pada 2003, dengan agen penyebab yang diketahui sebagai virus baru.

Udang yang diserang menampakkan area putih necrotic di daerah tertentu atau meluas pada otot, Khususnya pada bagian pinggir sisi perut dan sirip ekor, dimana dapat menjadi necrotic dan memerah pada beberapa individu udang. Walaupun perkembangan penyakit ini relative lambat, tetapi dengan adanya kematian, FCR cenderung meningkat dan menambah kerugian ekonomi.
            
Untuk penanganan penyakit ini banyak usaha harus dilakukan jauh hari sebelum tebar benur dengan penggunaan desinfektan, pengelolaan kualitas air dan pakan yang baik maupun pelaksanaan biosecurity yang ketat.


5. White Spot


Sindrom virus yang dikenal dengan WSSV disebabkan oleh Baculo, yaitu virus yang terdapat pada jenis crustaceae seperti: udang liar, kepiting, dan crayfish. WSSV pertama kali muncul di Asia Timur Laut tahun 1992-1993 dan menyebar di beberapa Negara Asia dan Indo Pasifik.

Gejala-gejala WSSV antara lain: udang lemah, pakan turun, udang hampir mati dan berenang ke pinggir tambak, warna kulit luar berubah dari merah muda menjadi coklat kemerahan tampak tanda putih (bintik putih) di kulit luar.

WSSV dapat dideteksi dengan metode:
  • Molecular Biological; PCR (Polymerase Chain Reaction)
  • Histologi

Untuk pencegahan penyakit ini maka dapat dilakukan dengan :

Pengeringan tambak yang cukup, sterilisasi tambak dan treatment pond, tebar dengan densitas lebih rendah untuk menurunkan tingkat stres udang, memonitor kondisi udang, terutama saat udang mogok makan dan pertumbuhan lambat, kelihatan lemah, tampak bintik putih, kolam yang terinfeksi didisinfeksi dengan Calcium Hipoclorid 40 ppm atau bahan sejenis, membuang udang yang mati. Penggunaan bibit bebas penyakit tidak cukup, juga sama pentingnya dengan menghilangkan crustacean lain yang membawa virus (WSSV dan YHV).

Di Thailand prosedur pengaturan yang direkomendasikan meliputi pengisian tambak, kemudian menggunakan insektisida yang cepat larut. Secara rasional akan cepat menghilangkan semua crustacea yang ada ditambak. WSSV tidak dapat hidup bebas diluar inang lebih dari 3-4 hari, dapat dipastikan bahwa 5 hari setelah aplikasi insektisida, tambak akan bebas virus dan dapat diisi dengan bibit yang bebas penyakit. Tidak ada pergantian air dilakukan selama bulan 1 dan 2 setelah penebaran. Jika pergantian air diperlukan, air yang masuk disaring seefektif mungkin, untuk mencegah masuknya crustacea termasuk bibit udang liar, masuk ke dalam tambak.

Itulah beberapa informasi tentang penyakit udang vannamei yang perlu anda ketahui dan semoga bermanfaat..

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Penyakit Udang Vannamei"

Posting Komentar

Artikel Yang Diunggulkan

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel