Budidaya Udang Vaname Dengan Pola Tradisional Plus
Udang
vannamei merupakan salah satu jenis udang introduksi yang akhir-akhir ini
banyak diminati, karenan memiliki keunggulan seperti tahan penyakit,
pertumbuhannya cepat, sintasan selama pemeliharaan tinggi dan nilai konversi
pakan rendah. Namun demikian pembudidaya udang vannamei hanya dapat
dibudidayakan secara intensif. Anggapan tersebut ternyata tidak sepenuhnya
benar, karena hasil kajian menunjukkan bahwa vannamei juga dapat diproduksi
dengan pola tradisional. Bahkan dengan pola tradisional petambak dapat
menghasilkan ukuran panen yang lebih besar sehingga harga per kilo gramnya
menjadi lebih mahal.
Teknologi
yang tersedia saat ini masih untuk pola intensif dan semi intensif, padahal
luas areal pertambakan di Indonesia yang mencapai sekitar 360.000 ha, 80%
digarap oleh petambak yang kurang mampu. Informasi teknologi pola tradisional
plus untuk budidaya udang vannamei sampai saat ini masih sangat terbatas. Oke langsung saja cara budidaya udang vannamei dengan cara Pola Tradisional Plus :
Pertama : Persiapan
Tambak
a. Pengeringan Tanah Dasar
Air
dalam tambak dibuang, ikan-ikan liar diberantas dengan saponin, genangan air
yang masih tersisa di beberapa tempat harus dipompa keluar. Selanjutnya tambak
dikeringkan sampai retak-retak kalau perlu dibalik dengan cara ditraktor
sehingga H2S menghilang karena teroksidasi. Pengeringan secara sempurna juga
dapat membunuh bakteri patogen yang ada di pelataran tambak.
b. Pemberantasan Hama
Pemberantasan
ikan–ikan dengan sapion 15-20 ppm(7,5-10 kg/ha) dengan tinggi air tambak 5 cm.
c. Pengapungan dan Pemupukan
Untuk menunjang perbaikan kualitas tanah dan
air dilakukan pemberian kapur bakar (CaO), 1000 kg/ha, dan kapur pertanian
sebanyak 320 kg/ha. Selanjutnya masukkan air ke tambak sehingga tambak menjadi
macak-macak kemudian dilakukan pemupukan dengan pupuk urea (150 kg/ha), pupuk
kandang (2000 kg/ha).
d. Pengisian Air
Pengisian
air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap.
Ketinggian air tersebut dibiarkan dalam tambak selama 2-3 minggu sampai kondisi
air betul-betul siap ditebari benih udang. Tinggi air di petak pembesaran
diupayakan >1,0m.
Kedua : Penebaran
Penebaran
benur udang vannamei dilakukan setelah plangton tumbuh baik (7-10 hari) sesudah
pemupukan. Benur vannamei yang digunakan adalah PL 10 – PL 12 berat awal
0,001g/ekor diperoleh dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas
patogen, SPF. Kriteria benur vannamei yang baik adalah mencapi ukuran PL 10
atau organ insangnya telah sempurna, seragam atau rata, tubuh benih dan usus
terlihat jelas, dan berenang melawan arus. Sebelum benur ditebar terlebih
dahulu dilakukan aklimatisasi terhadap suhu dengan cara mengapungkan kantong
yang berisi penuh ditambak dan menyiram dengan perlahan-lahan. Sedangkan
aklimatisasi terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi
sedikit demi sedikit air tambak selama 15 – 20 menit. Selanjutnya kantong benur
dimiringkan dan perlahan-lahan benur vannamei akan keluar dengan sendirinya.
Penebaran benur dilakukan saat siang hari.
Padat
penebaran untuk pola tradisional tanpa pakan tambahan dan hanya mengandalkan
pupuk susulan 10% dari pupuk awal adalah
1-7 ekor/m2. Sedangkan apabila menggunakan pakan tambahan pada bulan ke
dua pemeliharaan, maka disarankan dengan padat tebar 8-10 ekor/m2.
Ketiga : Pemeliharaan
Selama
pemeliharaan, dilakukan monitoring kualitas air meliputi : salinitas,
transparasi, pH dan kedalaman air dan oksigen setiap hari. Selain itu, juga
dilakukan pemberian pemupukan urea dan TPS susulan setiap 1 minggu sebanyak 5-10%
dari pupuk awal. (urea 150%/ha) dan hasil fermentasi probiotik yang diberikan
seminggu sekali guna menjaga kestabilan plangton dalam tambak. Pengapuran
susulan dengan dolomite super dilakukan apabila pH berfluktuasi.
Pakan
diberikan pada hari ke-70 dimana pada saat itu dukungan pakan alami (plangton)
sudah berkurang atau pertumbuhan udang mulai lambat. Dosis pakan yang diberikan
5-2% dari biomassa udang dengan frekuensi pemberian 3 kali/hari yakni 30% pada
jam 7.00 dan 16.00 serta 40% pada jam 22.00.
Pergantian
air yang pertama kali dilakukan setelah udang berumur > 60 hari dengan volume
pergantian 10% dari volume total, sedangkan pada bukaan berikutnya hingga
panen, volume pergantian air ditingkatkan mencapai 15-20% pada setiap periode
pasang. Sebelum umur pemeliharaan mencapai 60 hari hanya dilakukan penambahan
air sebanyak yang hilang akibat penguapan atau rembesan. Kualitas air yang
layak untuk pembesaran vannamei adalah salinitas optimal 10-25 ppt (toleransi
50 ppt), suhu 28-31C, oksigen >3ppm, amoniak <0,1ppm, pH 7,5-8,2 dan H2S
<0,003ppm.
Keempat : Panen
Panen
harus mempertimbangkan aspek harga, pertumbuhan dan kesehatan udang. Panen
dilakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari. Perlakuan sebelum panen
adalah pemberian kapur dolomite sebanyak 80 kg/ha (tinggi air tambak 1m), dan
mempertahankan ketinggian air (tidak ada pergantian air) selama 2-4 hari yang
bertujuan agar udang tidak mengalami molting (ganti kulit) pada saat panen.
Selain itu disiapkan peralatan panen berupa keranjang panen, jaring yang dipasang
di pintu air, jala lempar, steroform, ember, baskom, dan lampu penerangan
dilakukan dengan menurunkan volume air secara gravitasi dan dibantu pengeringan
dengan pompa.
Bersamaan
dengan aktivitas tersebut juga dilakukan penangkapan udang dengan jala.
Sebaiknya panen dilakukan pada malam hari yang bertujuan untuk mengurangi
resiko kerusakan mutu udang, karena udang hasil panen sangat peka terhadap
sinar matahari. Udang hasil tangkapan harus dicuci kemudian direndam es,
selanjutnya dibawa ke cold storage. Dengan pola tradisional plus produksi udang
vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96%, ukuran panen antara
55-65 ekor/kg.
0 Response to "Budidaya Udang Vaname Dengan Pola Tradisional Plus"
Posting Komentar